Kalau kalian sering nonton film bergenre survival pasti kalian familiar dengan model jalan cerita film genre ini. Survival atau perjuangan bertahan hidup adalah sebuah kondisi di mana seseorang berusaha dengan semaksimal mungkin untuk tetap bisa bertahan hidup, dalam kondisi yang penuh keterbatasan, baik karena faktor lingkungan, kejadian tak terduga, ataupun hal lainnya. dan Tahukah kalian bahwa survival di alam liar bukan hanya ada di film-film melainkan juga terjadi di dunia nyata? Seperti kisah-kisah luar biasa dari para orang hebat berikut ini. Ditengah pupusnya harapan hidup mereka masih terus berjuang mati-matian agar bisa selamat dari musibah yang menimpa mereka. Seperti apa sih kisah heroiknya? Selamat datang di channelterbaik.com dan kali ini kita akan membahas tentang 5 kasus bertahan hidup atau survival paling ekstrim di dunia.
Salvador Alvarenga,
Salvador Alvarenga, seorang nelayan asal El Salvador, terapung di kapal ikan selama total 438 hari sebelum diselamatkan. Ia terapung di lautan dan terdampar 6.700 mil (10.782 km) dari lokasi semula, tepatnya di Ebon Atoll, Kepulauan Marshall. Pada 18 November 2012, kapal nelayan yang ditumpangi Salvador Alvarenga dan mitranya Ezequiel Cordoba, goyah karena hujan badai. Di tengah badai mereka harus bertahan. Untuk bertahan hidup alvarega dan cordoba menangkap ikan dan ubur-ubur menggunakan tangan kosong dan memakannya mentah-mentah. Sedangkan untuk tambahan makanan, mereka memunguti plastik yang mengapung di lautan, dan menemukan makanan-makanan basi. Kemudian untuk minum, mereka mengkonsumsi air hujan dan juga urin mereka sendirii. Setelah dua bulan, Alvarenga semakin terbiasa menangkap burung laut dan kura-kura, sementara Cordoba melemah, tubuhnya menolak daging mentah. Akhirnya cordoba meninggal dunia. Akhirnya Alvarega terdampar di pulau kecil tile islet republik kepualuan marshall. Ia bertemu pasangan suami-istri, Russel Laikidrik dan Emi Libokmeto, yang menyelamatkannya dan langsung membawakan obat dan makanan, juga memanggilkan grup penyelamat beserta polisi dan perawat. Kembali di Marshall Island, kondisi kesehatan Salvador memburuk. Kakinya membengkak, livernya terinfeksi parasit karena mengonsumsi makanan mentah, dan didagnosis anemia. Ditambah kondisi mentalnya yang tidak stabil, ia masih dihantui kematian cordoba, mengalami shock, dan dihantui ketakutan pada lautan dan air. Namun ia berhasil selamat.
Aron Ralston
Ralston sendiri telah mendaki tempat itu berkali-kali dan kali ini dia melakukannya sebagai pemanasan untuk sebuah pendakian gunung tertinggi di Amerika Utara. Mengenakan T-shirt dan celana pendek dan membawa ransel ia berencana untuk melakukan ‘Canyoneering’ jauh ke ngarai Bluejohn Canyon. Ranselnya berisi dua burrito (makanan khas Meksiko), satu liter air, alat multi fungsi tapi imitasi bermerek Leatherman, alat P3K, kamera video, kamera digital dan peralatan panjat tebing. Dia tidak membawa jaket. Canyoneering adalah melakukan perjalanan ke ngarai dengan menggunakan berbagai skill : berjalan, mendaki, memanjat tebing dengan menggunakan berbagai peralatan. Canyoneering yang dilakukan Ralston adalah melewati lembah yang bercelah sempit. Ralston berada 150 meter di atas puncak dinding vertikal Bluejohn Canyon. Dia melakukan manuvernya untuk mencapai bagian atas sebuah batu besar yang terselip di antara dinding ngarai sempit. Dia mulai memanjat permukaan batu dan rasanya sangat stabil ketika ia berdiri di atas. Ketika ia mulai turun di sisi yang berlawanan, batu seberat 800-pound (kurang lebih 362 kg) itu tiba-tiba bergeser, menjepit lengan kanannya – ia terjebak. Saat terjebak dengan tangan yang terhimpit batu, dia memiliki beberapa pilihan :antara menunggu seseorang yang muncul untuk menyelamatkannya, membebaskan dirinya sendiri, atau kalau semua cara gagal dia akan memutuskan lengannya. Kematian adalah kemungkinan yang terakhir tapi Ralston tidak ingin mempertimbangkannya. Ralston mencoba tali, jangkar dan alat yang ada untuk memindahkan batu, hasilnya batunya tidak bergerak sedikitpun. Berjam-jam jam dia berjuang untuk membebaskan dirinya dari batu tanpa hasil yang posisitf. Di malam hari temperaturnya turun, Ralston masih bekerja untuk membebaskan dirinya sendiri. Minggu dan Senin berlalu, tapi ia masih terjebak. Sinar matahari sampai di lantai ngarai sempit hanya untuk waktu yang sangat singkat waktu setiap hari. Dia kehabisan makanan dan air pada hari Selasa. pada hari Rabu, Ralston mulai menghirup air seni yang telah ia simpan di hari sebelumnya. Dia mengeluarkan video kamera dan merekam pesan terakhir berisi selamat tinggal kepada orang tuanya. Dia lalu mengukir namanya, tanggal lahir, dan apa yang dia yakin adalah hari terakhirnya di bumi ke dinding ngarai. Di atasnya dia mengukir RIP. Pada Kamis pagi, Ralston melihat suatu visi (penampakan?) yaitu seorang anak 3 tahun berlari lalu dibawa oleh seorang pria yang hanya memiliki sebuah lengan. Dia mengerti visi itu bahwa anak itu akan menjadi anak di masa depannya dan dia memutuskan untuk melakukan tindakan yang segera agar hidupnya bisa bertahan. Jika ia tidak menyelamatkan dirinya sekarang, dia tidak akan memiliki kekuatan fisik yang tersisa untuk melakukannya nanti. Akhirnya dia mengambil keputusan yang dramatis : memotong tangannya sendiri. ralston siap untuk mengamputasi lengan kanan di bawah siku dengan menggunakan pisau multi fungsinya. Menyadari bahwa pisau itu tidak cukup tajam untuk memotong tulang lengan ia menekan tangannya melawan batu dan mematahkan tulangnya sehingga dia akan bisa memotong tangannya melalui jaringan. Pertama ia mematahkan tulang radius, yang menghubungkan siku dengan jempol. Dalam beberapa menit ia memecahkan ulna, tulang di bagian luar lengan bawah. Selanjutnya ia menerapkan tourniquet yaitu membebat atau mengikat erat lengannya. Dia menggunakan pisau untuk mengamputasi lengan kanan di bawah siku. Seluruh prosedur dibutuhkan kurang lebih satu jam. Ralston memberikan pertolongan pertama untuk dirinya sendiri dari kit kecil di ransel. Ia menancapkan jangkar dengan tali di tempat itu. Ia kemudian mendaki 5 mil ke hilir Horseshoe Canyon yang berdekatan, di mana ia bertemu dengan keluarga wisatawan dari Belanda yang sedang berlibur. Pasangan Belanda Eric dan Monique Meijer dan putra mereka, Andy, mulai keluar dari ngarai ketika mendengar suara di belakang “Tolong, saya butuh bantuan”. Pasangan itu segera menyadari bahwa dia pasti seorang pendaki yang hilang seperti keterangan dari petugas sehari sebelumnya. Ralston berjalan cepat menuju pasangan ini dengan lengannya yang digantung di sling buatan sendiri dan ia berbicara dengan jelas: “Halo, nama saya Aron, saya jatuh dari tebing pada hari Sabtu dan saya terjebak di bawah batu besar. Saya memotong tangan saya empat. jam yang lalu dan saya memerlukan pertolongan medis. Saya butuh helikopter. Istri dan anak Eric mencoba untuk keluar lebih dulu dari ngarai secepat mungkin untuk mendapatkan bantuan. Eric bersama dengan Aron untukn memberikan dia makanan, air dan dukungan mental. Meskipun kehilangan darah, Ralston tetap mampu berjalan tapi pasir di dalam sepatunya mulai mengganggu dia. Dia berhenti sejenak di tempat yang teduh untuk menghilangkkan pasir dalam sepatunya lalu melanjutkan perjalannnya lagi
Lincoln Hall
Lincoln Hall adalah seorang pendaki veteran dari Australia yang berhasil mendaki puncak Mount Everest pada tahun 1984. Pada tahun 2006 silam Lincoln kembali mendaki puncak Everest lagi ditemani oleh para sherpa atau suku asli penduduk himalaya. Setelah melalui pendakian yang panjang, Lincoln tiba di puncak dan menghabiskan waktu sepanjang 20 menit disana. Akan tetapi tak lama setelahnya, ia mengalami serebral edema. Suatu penyakit dimana terdapat pembengkakan otak yang menyebabkan kelesuan, kelumpuhan, halusinasi, dan gejala lainnya. Akhirnya para sherpa, yang menemaninya mengikatnya dan mulai menggulingkannya menuruni gunung. Setelah dua jam digulingkan, lincoln tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan, dan para sherpa juga kelelahan. Para sherpa pun berhubungan dengan pemimpin ekspedisi melalui radio. Dan mereka diperintahkan untuk menyelamatkan diri. Karena sudah menunjukkan gejala gejala akan tewas, dan memaksakan diri untuk membawa lincoln turun adalah hal yang mustahil sehingga membuat Lincoln ditinggalkan oleh sherpanya. Mereka juga diperintahkan untuk menutupi tubuh lincoln dengan batu, yang untungnya tidak jadi dilakukan karena mereka tidak dapat mengumpulkan batu dalam jumlah yang cukup.
12 jam kemudian, seorang pendaki sekaligus guide gunung kelas dunia Daniel Mazur serta beberapa orang lainnya diperintahkan untuk mendaki puncak Everest dengan harapan bisa menemukan jasad lincoln. Namun daniel justru terkejut bukan kepalang. Bukannnya bersiap membawa jasad turun, Ia malah mendapati Lincoln sedang duduk di punggung gunung mematikan itu mengenakan downsuit yang terbuka, tanpa topi, tanpa sarung tangan, tanpa kacamata, tanpa masker oksigen, dan mukjizatnya lincoln masih hidup. Lincoln pun akhirnya terselamatkan.
Nando Parrado
Mungkin anda pernah membaca sebuah buku yang berjudul Alive, atau Miracle in Andes sebuah kisah bertahan hidup dan mencari jalan pulang dalam ganas dan liarnya pegunungan Andes, di Argentina. Kisah ini mengangkat nama Nando Parrado, seorang atlet rugby yang bersama teamnya berangkat menuju Chili guna mengikuti kompetisi. Di tengah perjalanan, mereka dilanda musibah yang mengubah kehidupan mereka. pesawat yang mereka tumpangi, mengalami kecelakaan dan jatuh ke pegunungan andes yang liar. Walaupun pesawat tersebut jatuh namun untungnya pesawat tersebut tidak terbakar.Ada beberapa yang meninggal, terluka parah, atau hanya terluka ringan dalam pristiwa itu. Beberapa korban menunggu helicopter rescue mencari mereka, namun sia sia, hampir satu bulan mereka menunggu tidak ada yang datang menjemput mereka. di Uruguay, negara mereka sendiri, sedang sibuk berupaya melakukan pencarian atas keberadaan mereka. namun setelah beberapa kali diupayakan, usaha mereka gagal. tim penyelamat tidak dapat menemukan mereka sehingga pencarian di hentikan. dan pesawat Fuerza Aerea Uruguay yang naas itu dinyatakan hilang. Dalam keputusasaan dan harapan di selamatkan yang semakin hilang, para korban mulai kehabisan makanan, kemudian terpaksa memakan apa saja yang bisa di makan, dan itu termasuk mayat teman teman mereka sendiri, yang membeku di bailk es pegunungan Andes. Salah satu dari rombongan harus keluar dan mencari bantuan, itulah yang keputusan bersama dari rombongan ini. Dan orang yang harus mengorbankan diri untuk keputusan tersebut adalah Nando Parrado dan Roberto Canessa. mereka berjalan sejauh puluhan kilometer menembus es dan salju, gunung karang dan udara membeku. Setelah kurang lebih 10 hari perjalanan, akhirnya mereka memasuki wilayah Chili dan bertemu dengan seseorang bernama Sergio Catalan. Dan pertemuan ini jugalah yang menandai akhir dari kesengsaraan mereka di pegunungan liar Andes.Akhirnya semua korban yang masih hidup di dalam bangkai pesawat berhasil di selamatkan melalui bantuan helicopter setelah bertahan 73 hari di pegunungan ganas Andes.
Joe Simspson dan Simon Yates
Kisah Joe Simspson dan Simon Yates bermula, ketika mereka memutuskan untuk mendaki sebuah gunung sepi yang jauh dari hiruk pikuk keramaian dan perhatian dunia mountaineering bernama Siula Grande di wilayah Chili. Dengan segala kesulitan dan kesukarannya, akhirnya Joe dan Simon berhasil sampai di puncak Siula Grande sebagai first ascent. Namun yang menjadi momok kematian adalah perjalanan turun mereka. dalam perjalanan turun ini, sebelah kaki Joe patah karena terjatuh dari sebuah tebing es cukup tinggi, sehingga perjalanan seterusnya joe terpaksa di belay oleh simon dari atas. belay adlah sebuah teknik panjat tebing dimana menghubungkan dua orang atau lebih menggunakan tali. Beberapa proses belay berjalan lancar, namun padayang ke sekian kalinya, panjang tali untuk membelay sudah tidak mencukupi lagi, sementara dasar tebing masih belum terlihat karena tertutup kabut. Joe berusaha maraih bibir tebing, namun tidak bisa, jemarinya terserang radang dingin, bergantung terlalu lama di seutas tali membuatnya kelelahan dan tertidur kelelahan. Simon yang merasakan tidak ada pergerakan lagi di ujung tali tempat Joe bergantung, menunggu dengan perasaan campur aduk, lelah, takut, cemas, khawatir, dan juga tidak sabar ingin tahu, mengapa Joe sejak tadi tidak bergerak. Setelah menunggu beberapa jam, memberi kode melalu sedikit sentakan tali, namun tidak ada respon sama sekali, rasa lelah, sakit, dan penat membuat Simon mengambil keputusan untuk memotong tali tersebut.Joe pun akhirnya jatuh ke dalam jurang sedalam 150 kaki. Sempat merasa putus asa dengan hidupnya joe tetap berusaha untuk berjuang. Ia mengambil tindakan dengan melakukan teknik rappelling lebih jauh ke dalam retakan dalam es dan bisa keluar melalui tepi tebing. Selama tiga hari berturut-turut joe merangkak sejauh lima meter dari tebing menuju base campnya. Akhirnya ia selamat dan berterima kasih kepada simon yang telah membantu untuk menyelamatkan hidupnya dengan memotong tali sehingga ia bisa menemukan jalan pulang.
Nah, itulah 5 kasus bertahan hidup atau survival paling ekstrim di dunia
Gimana nih menurut Mu? Silahkan tinggalkan komentar di bawah.
Terima kasih telah membaca dan sampai jumpa lagi.
Salvador Alvarenga, seorang nelayan asal El Salvador, terapung di kapal ikan selama total 438 hari sebelum diselamatkan. Ia terapung di lautan dan terdampar 6.700 mil (10.782 km) dari lokasi semula, tepatnya di Ebon Atoll, Kepulauan Marshall. Pada 18 November 2012, kapal nelayan yang ditumpangi Salvador Alvarenga dan mitranya Ezequiel Cordoba, goyah karena hujan badai. Di tengah badai mereka harus bertahan. Untuk bertahan hidup alvarega dan cordoba menangkap ikan dan ubur-ubur menggunakan tangan kosong dan memakannya mentah-mentah. Sedangkan untuk tambahan makanan, mereka memunguti plastik yang mengapung di lautan, dan menemukan makanan-makanan basi. Kemudian untuk minum, mereka mengkonsumsi air hujan dan juga urin mereka sendirii. Setelah dua bulan, Alvarenga semakin terbiasa menangkap burung laut dan kura-kura, sementara Cordoba melemah, tubuhnya menolak daging mentah. Akhirnya cordoba meninggal dunia. Akhirnya Alvarega terdampar di pulau kecil tile islet republik kepualuan marshall. Ia bertemu pasangan suami-istri, Russel Laikidrik dan Emi Libokmeto, yang menyelamatkannya dan langsung membawakan obat dan makanan, juga memanggilkan grup penyelamat beserta polisi dan perawat. Kembali di Marshall Island, kondisi kesehatan Salvador memburuk. Kakinya membengkak, livernya terinfeksi parasit karena mengonsumsi makanan mentah, dan didagnosis anemia. Ditambah kondisi mentalnya yang tidak stabil, ia masih dihantui kematian cordoba, mengalami shock, dan dihantui ketakutan pada lautan dan air. Namun ia berhasil selamat.
Aron Ralston
Ralston sendiri telah mendaki tempat itu berkali-kali dan kali ini dia melakukannya sebagai pemanasan untuk sebuah pendakian gunung tertinggi di Amerika Utara. Mengenakan T-shirt dan celana pendek dan membawa ransel ia berencana untuk melakukan ‘Canyoneering’ jauh ke ngarai Bluejohn Canyon. Ranselnya berisi dua burrito (makanan khas Meksiko), satu liter air, alat multi fungsi tapi imitasi bermerek Leatherman, alat P3K, kamera video, kamera digital dan peralatan panjat tebing. Dia tidak membawa jaket. Canyoneering adalah melakukan perjalanan ke ngarai dengan menggunakan berbagai skill : berjalan, mendaki, memanjat tebing dengan menggunakan berbagai peralatan. Canyoneering yang dilakukan Ralston adalah melewati lembah yang bercelah sempit. Ralston berada 150 meter di atas puncak dinding vertikal Bluejohn Canyon. Dia melakukan manuvernya untuk mencapai bagian atas sebuah batu besar yang terselip di antara dinding ngarai sempit. Dia mulai memanjat permukaan batu dan rasanya sangat stabil ketika ia berdiri di atas. Ketika ia mulai turun di sisi yang berlawanan, batu seberat 800-pound (kurang lebih 362 kg) itu tiba-tiba bergeser, menjepit lengan kanannya – ia terjebak. Saat terjebak dengan tangan yang terhimpit batu, dia memiliki beberapa pilihan :antara menunggu seseorang yang muncul untuk menyelamatkannya, membebaskan dirinya sendiri, atau kalau semua cara gagal dia akan memutuskan lengannya. Kematian adalah kemungkinan yang terakhir tapi Ralston tidak ingin mempertimbangkannya. Ralston mencoba tali, jangkar dan alat yang ada untuk memindahkan batu, hasilnya batunya tidak bergerak sedikitpun. Berjam-jam jam dia berjuang untuk membebaskan dirinya dari batu tanpa hasil yang posisitf. Di malam hari temperaturnya turun, Ralston masih bekerja untuk membebaskan dirinya sendiri. Minggu dan Senin berlalu, tapi ia masih terjebak. Sinar matahari sampai di lantai ngarai sempit hanya untuk waktu yang sangat singkat waktu setiap hari. Dia kehabisan makanan dan air pada hari Selasa. pada hari Rabu, Ralston mulai menghirup air seni yang telah ia simpan di hari sebelumnya. Dia mengeluarkan video kamera dan merekam pesan terakhir berisi selamat tinggal kepada orang tuanya. Dia lalu mengukir namanya, tanggal lahir, dan apa yang dia yakin adalah hari terakhirnya di bumi ke dinding ngarai. Di atasnya dia mengukir RIP. Pada Kamis pagi, Ralston melihat suatu visi (penampakan?) yaitu seorang anak 3 tahun berlari lalu dibawa oleh seorang pria yang hanya memiliki sebuah lengan. Dia mengerti visi itu bahwa anak itu akan menjadi anak di masa depannya dan dia memutuskan untuk melakukan tindakan yang segera agar hidupnya bisa bertahan. Jika ia tidak menyelamatkan dirinya sekarang, dia tidak akan memiliki kekuatan fisik yang tersisa untuk melakukannya nanti. Akhirnya dia mengambil keputusan yang dramatis : memotong tangannya sendiri. ralston siap untuk mengamputasi lengan kanan di bawah siku dengan menggunakan pisau multi fungsinya. Menyadari bahwa pisau itu tidak cukup tajam untuk memotong tulang lengan ia menekan tangannya melawan batu dan mematahkan tulangnya sehingga dia akan bisa memotong tangannya melalui jaringan. Pertama ia mematahkan tulang radius, yang menghubungkan siku dengan jempol. Dalam beberapa menit ia memecahkan ulna, tulang di bagian luar lengan bawah. Selanjutnya ia menerapkan tourniquet yaitu membebat atau mengikat erat lengannya. Dia menggunakan pisau untuk mengamputasi lengan kanan di bawah siku. Seluruh prosedur dibutuhkan kurang lebih satu jam. Ralston memberikan pertolongan pertama untuk dirinya sendiri dari kit kecil di ransel. Ia menancapkan jangkar dengan tali di tempat itu. Ia kemudian mendaki 5 mil ke hilir Horseshoe Canyon yang berdekatan, di mana ia bertemu dengan keluarga wisatawan dari Belanda yang sedang berlibur. Pasangan Belanda Eric dan Monique Meijer dan putra mereka, Andy, mulai keluar dari ngarai ketika mendengar suara di belakang “Tolong, saya butuh bantuan”. Pasangan itu segera menyadari bahwa dia pasti seorang pendaki yang hilang seperti keterangan dari petugas sehari sebelumnya. Ralston berjalan cepat menuju pasangan ini dengan lengannya yang digantung di sling buatan sendiri dan ia berbicara dengan jelas: “Halo, nama saya Aron, saya jatuh dari tebing pada hari Sabtu dan saya terjebak di bawah batu besar. Saya memotong tangan saya empat. jam yang lalu dan saya memerlukan pertolongan medis. Saya butuh helikopter. Istri dan anak Eric mencoba untuk keluar lebih dulu dari ngarai secepat mungkin untuk mendapatkan bantuan. Eric bersama dengan Aron untukn memberikan dia makanan, air dan dukungan mental. Meskipun kehilangan darah, Ralston tetap mampu berjalan tapi pasir di dalam sepatunya mulai mengganggu dia. Dia berhenti sejenak di tempat yang teduh untuk menghilangkkan pasir dalam sepatunya lalu melanjutkan perjalannnya lagi
Lincoln Hall
Lincoln Hall adalah seorang pendaki veteran dari Australia yang berhasil mendaki puncak Mount Everest pada tahun 1984. Pada tahun 2006 silam Lincoln kembali mendaki puncak Everest lagi ditemani oleh para sherpa atau suku asli penduduk himalaya. Setelah melalui pendakian yang panjang, Lincoln tiba di puncak dan menghabiskan waktu sepanjang 20 menit disana. Akan tetapi tak lama setelahnya, ia mengalami serebral edema. Suatu penyakit dimana terdapat pembengkakan otak yang menyebabkan kelesuan, kelumpuhan, halusinasi, dan gejala lainnya. Akhirnya para sherpa, yang menemaninya mengikatnya dan mulai menggulingkannya menuruni gunung. Setelah dua jam digulingkan, lincoln tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan, dan para sherpa juga kelelahan. Para sherpa pun berhubungan dengan pemimpin ekspedisi melalui radio. Dan mereka diperintahkan untuk menyelamatkan diri. Karena sudah menunjukkan gejala gejala akan tewas, dan memaksakan diri untuk membawa lincoln turun adalah hal yang mustahil sehingga membuat Lincoln ditinggalkan oleh sherpanya. Mereka juga diperintahkan untuk menutupi tubuh lincoln dengan batu, yang untungnya tidak jadi dilakukan karena mereka tidak dapat mengumpulkan batu dalam jumlah yang cukup.
12 jam kemudian, seorang pendaki sekaligus guide gunung kelas dunia Daniel Mazur serta beberapa orang lainnya diperintahkan untuk mendaki puncak Everest dengan harapan bisa menemukan jasad lincoln. Namun daniel justru terkejut bukan kepalang. Bukannnya bersiap membawa jasad turun, Ia malah mendapati Lincoln sedang duduk di punggung gunung mematikan itu mengenakan downsuit yang terbuka, tanpa topi, tanpa sarung tangan, tanpa kacamata, tanpa masker oksigen, dan mukjizatnya lincoln masih hidup. Lincoln pun akhirnya terselamatkan.
Nando Parrado
Mungkin anda pernah membaca sebuah buku yang berjudul Alive, atau Miracle in Andes sebuah kisah bertahan hidup dan mencari jalan pulang dalam ganas dan liarnya pegunungan Andes, di Argentina. Kisah ini mengangkat nama Nando Parrado, seorang atlet rugby yang bersama teamnya berangkat menuju Chili guna mengikuti kompetisi. Di tengah perjalanan, mereka dilanda musibah yang mengubah kehidupan mereka. pesawat yang mereka tumpangi, mengalami kecelakaan dan jatuh ke pegunungan andes yang liar. Walaupun pesawat tersebut jatuh namun untungnya pesawat tersebut tidak terbakar.Ada beberapa yang meninggal, terluka parah, atau hanya terluka ringan dalam pristiwa itu. Beberapa korban menunggu helicopter rescue mencari mereka, namun sia sia, hampir satu bulan mereka menunggu tidak ada yang datang menjemput mereka. di Uruguay, negara mereka sendiri, sedang sibuk berupaya melakukan pencarian atas keberadaan mereka. namun setelah beberapa kali diupayakan, usaha mereka gagal. tim penyelamat tidak dapat menemukan mereka sehingga pencarian di hentikan. dan pesawat Fuerza Aerea Uruguay yang naas itu dinyatakan hilang. Dalam keputusasaan dan harapan di selamatkan yang semakin hilang, para korban mulai kehabisan makanan, kemudian terpaksa memakan apa saja yang bisa di makan, dan itu termasuk mayat teman teman mereka sendiri, yang membeku di bailk es pegunungan Andes. Salah satu dari rombongan harus keluar dan mencari bantuan, itulah yang keputusan bersama dari rombongan ini. Dan orang yang harus mengorbankan diri untuk keputusan tersebut adalah Nando Parrado dan Roberto Canessa. mereka berjalan sejauh puluhan kilometer menembus es dan salju, gunung karang dan udara membeku. Setelah kurang lebih 10 hari perjalanan, akhirnya mereka memasuki wilayah Chili dan bertemu dengan seseorang bernama Sergio Catalan. Dan pertemuan ini jugalah yang menandai akhir dari kesengsaraan mereka di pegunungan liar Andes.Akhirnya semua korban yang masih hidup di dalam bangkai pesawat berhasil di selamatkan melalui bantuan helicopter setelah bertahan 73 hari di pegunungan ganas Andes.
Joe Simspson dan Simon Yates
Kisah Joe Simspson dan Simon Yates bermula, ketika mereka memutuskan untuk mendaki sebuah gunung sepi yang jauh dari hiruk pikuk keramaian dan perhatian dunia mountaineering bernama Siula Grande di wilayah Chili. Dengan segala kesulitan dan kesukarannya, akhirnya Joe dan Simon berhasil sampai di puncak Siula Grande sebagai first ascent. Namun yang menjadi momok kematian adalah perjalanan turun mereka. dalam perjalanan turun ini, sebelah kaki Joe patah karena terjatuh dari sebuah tebing es cukup tinggi, sehingga perjalanan seterusnya joe terpaksa di belay oleh simon dari atas. belay adlah sebuah teknik panjat tebing dimana menghubungkan dua orang atau lebih menggunakan tali. Beberapa proses belay berjalan lancar, namun padayang ke sekian kalinya, panjang tali untuk membelay sudah tidak mencukupi lagi, sementara dasar tebing masih belum terlihat karena tertutup kabut. Joe berusaha maraih bibir tebing, namun tidak bisa, jemarinya terserang radang dingin, bergantung terlalu lama di seutas tali membuatnya kelelahan dan tertidur kelelahan. Simon yang merasakan tidak ada pergerakan lagi di ujung tali tempat Joe bergantung, menunggu dengan perasaan campur aduk, lelah, takut, cemas, khawatir, dan juga tidak sabar ingin tahu, mengapa Joe sejak tadi tidak bergerak. Setelah menunggu beberapa jam, memberi kode melalu sedikit sentakan tali, namun tidak ada respon sama sekali, rasa lelah, sakit, dan penat membuat Simon mengambil keputusan untuk memotong tali tersebut.Joe pun akhirnya jatuh ke dalam jurang sedalam 150 kaki. Sempat merasa putus asa dengan hidupnya joe tetap berusaha untuk berjuang. Ia mengambil tindakan dengan melakukan teknik rappelling lebih jauh ke dalam retakan dalam es dan bisa keluar melalui tepi tebing. Selama tiga hari berturut-turut joe merangkak sejauh lima meter dari tebing menuju base campnya. Akhirnya ia selamat dan berterima kasih kepada simon yang telah membantu untuk menyelamatkan hidupnya dengan memotong tali sehingga ia bisa menemukan jalan pulang.
Nah, itulah 5 kasus bertahan hidup atau survival paling ekstrim di dunia
Gimana nih menurut Mu? Silahkan tinggalkan komentar di bawah.
Terima kasih telah membaca dan sampai jumpa lagi.
No comments
Post a Comment