Geisha atau geiko menjadi salah satu ikon budaya Jepang yang sangat terkenal di dunia. Di mata orang luar yang minim pengetahuan soal Negeri Sakura, geisha adalah perempuan penghibur yang menggunakan bedak tebal berwarna putih dan bekerja sebagai pekerja seks komersial (PSK).
Namun, anggapan tersebut salah loh gengs. Bahkan sepenuhnya tak benar. Geisha bukan PSK dan mereka tak selalu membubuhkan bedak tebal berwarna putih di wajahnya. Bahkan, geisha tak selalu perempuan. Nah loh, apa lagi fakta-fakta lain tentang geisha yang seringkali menjadi kesalahpahaman di sekeliling kita? Mau tau nggak?
Selamat datang di channelterbaik.com dan kali ini kita akan membahas 7 Fakta Sensual Geisha
Geisha bukanlah PSK
Bertolak belakang dengan kepercayaan popular yang berkembang di masyarakat awam, geisha bukanlah psk. Kesalahpahaman ini dipercaya bermula dari, orang barat yang dulunya diketahui berinteraksi dengan oiran. Oiran ini lah yang sebenarnya berprofesi sebagai wanita tuna susila. Alasan mengapa orang awam menyamakan geisha dengan oiran adalah karena pakaian mereka yang hampir sama. yang pakaian tradisionalnya mirip dengan geisha. Para geisha bertugas memainkan musik, menari, dan menggoda para pria agar mereka tetap terhibur sementara mereka menunggu kedatangan oiran.
Tugas para geisha adalah menjaga agar para pria tidak keluar dari ruangan dan membuat mereka merasa seakan punya aura memesona.
Mereka membiarkan para lelaki itu membayangkan diri mereka sebagai kuda jantan yang bisa merayu wanita cantik, bukannya para hidung belang yang putus asa yang harus membayar untuk mendapat layanan seks. Namun, para geisha dilarang berhubungan seks dengan para pria
Beberapa rumah bordil bahkan melarang geisha duduk terlalu dekat dengan para pelanggan, khawatir mereka bakal 'mencuri' rejeki para oiran.
Gadis Gee-sha ( dibaca Gee-sha)
Tak hanya istilah oiran, selama periode pendudukan Sekutu Jepang, banyak wanita lokal yang menyebut diri mereka sebagai "gadis-gadis Gee-sha". Para wanita ini mengenakan kimono dan meniru tampilan geisha asli. Mereka bekerja sebagai pelacur. Mereka hampir secara eksklusif melayani tentara Amerika yang ditempatkan di negara tersebut. Banyak orang Amerika yang tidak terbiasa dengan budaya Jepang tidak bisa membedakan antara geisha yang sah dan asli dari para pemain esek-esek berkostum sama ini. Tidak lama setelah kedatangan mereka pada tahun 1945, beberapa tentara Amerika yang menduduki wilayahnya, konon telah berkumpul di Ginza dan berteriak, "Kami ingin gadis-gadis geesha!" Akhirnya, istilah bahasa Inggris "gadis geisha" menjadi kata umum untuk pelacur Jepang atau pekerja perempuan di mizu shōbai dan termasuk bar dan pejalan kaki.
Geisha pertama adalah pria
Sejarah mencatat, perempuan belum menjadi geisha hingga tahun 1751. Kala itu, gagasan seorang wanita bisa menjadi geisha dianggap aneh.
Sampai-sampai rumah minum mengiklankan mereka sebagai 'geisha perempuan', sebab, hingga saat itu, setiap geisha adalah seorang pria.
Geisha pria sudah ada sejak ratusan tahun. Namun, mereka belum menyebut diri sebafai 'geisha' hingga tahun 1600-an. Namun, sejak Abad ke-13, dilaporkan ada sejumlah pria yang melakukan kerja para geisha: menghibur tuannya dengan menyajikan teh, membawakan lagu, menceritakan lelucon, dan membuat mereka merasa seperti orang paling penting di ruangan.
Pada tahun 1600-an, para pria tersebut menyebut diri mereka dengan geisha dan bekerja di rumah pelacuran kelas tinggi.
Tugas mereka adalah menghibur para tamu, membuat mereka tetap senang, selagi menanti para PSK. Meski kini lebih berasosiasi dengan perempuan, namun, masih banyak pria di Jepang yang bekerja sebagai geisha.
Salah satu laporan menyebut, ada sekitar 7.000 geisha pria yang bekerja di Distrik Kabuki-Cho, Tokyo.
Peran lain Geisha Pria
Geisha pria kembali bermunculan pada tahun 1960-an ketika pasar untuk para perempuan tajir yang ingin menghabiskan waktu, menanti para suami pulang kerja, mulai terbuka.Tak mau kalah dengan para suami yang kerap mengadakan rapat di rumah geisha, para istri juga merasa berhak memiliki rumah geisha untuk mereka -- jadi para perempuan tersebut membayar sejumlah pria penghibur. Saat ini, ada sejumlah klub di mana para perempuan bisa menyewa jasa 'geisha pria' -- yang lebih sering disebut hosuto.
Tak seperti geisha asli, para hosuto tak punya keterampilan seni seperti pendahulu mereka zaman lampau. Namun, setidaknya, mereka bisa menemani para pelanggan minum, memuji mereka, dan membuat para perempuan berduit itu merasa istimewa.
Geisha perempuan berpakaian pria
Sebelum geisha pria, ada juga kelompok yang disebut shirabyoshi. Mereka adalah perempuan, namun menyamar sedemikian rupa untuk menyembunyikan identitas mereka dari pelanggan.
Para perempuan itu mengenakan pakaian pria. Shirabyoshi adalah penari perempuan yang pekerjaannya mirip dengan geisha.
Mereka mengenakan riasan putih, bercerita, memainkan pertunjukan, bermain musik, dan menghibur tamu.
Tak ada yang 100 persen yakin mengapa para perempuan tersebut mengenakan pakaian pria. Namun, teori paling populer menyebut, hal itu dilakukan untuk menarik perhatian samurai.
Kala itu, kebanyakan samurai memiliki kekasih sesama jenis yang usianya jauh lebih muda.
Hubungan dengan tamu pria
Secara historis, ada beberapa geisha yang menikahi klien mereka. Akan tetapi pernikahan mereka mengharuskan geisha untuk pension dari pekerjaannya. Oleh karena itu jumlah pernikahan geisha dan tamunya hanya sedikit. Daya tarik seorang geisha kelas tinggi untuk tamu pria mereka secara historis sangat berbeda dari daya Tarik geisha sebagai seorang istri. Geisha yang ideal menunjukkan keahliannya, sementara istri yang ideal adalah yang bersifat sederhana. Geisha mungkin dengan anggun menggoda tamu-tamu mereka, tetapi mereka akan selalu tetap mengendalikan situasi dan menunjukkaN keramahan mereka. Selama bertahun-tahun mereka dilatih dan belajar untuk beradaptasi dengan situasi serta kepribadian yang berbeda-beda dari para tamunya. Geisha dituntut untuk menguasai seni seorang hostess yang ramah dan menyenangkan.
Perubahan penampilan sesuai usia
Tidak semua geisha masih muda. Makin senior geisha, ia justru kian dihargai. Pada masa kejayaan mereka, geisha yang paling populer berusia sekitar lima puluhan dan enam puluhan.
Geisha percaya bahwa mereka menjadi lebih cantik saat mereka tumbuh dewasa, dan semakin tua usia seorang penghibur, mereka boleh memamerkan wajah asli mereka tanpa bedak.
Seorang geisha muda wajib memakai cat wajah putih di acara-acara khusus, namun begitu dia berusia 30 tahun, dia akan diizinkan untuk tak memakainya.
Geisha tertua yang masih bekerja saat ini, Yuko Asakusa, berusia 94 tahun dan telah bekerja sebagai geisha sejak dia berumur 16 tahun.
Geisha yang berusia 94 tahun itu dianggap premium. Dia biasanya dipekerjakan oleh politisi dan pebisnis yang sangat kaya.
Nah, itu tadi 7 Fakta Sensual Geisha.
No comments
Post a Comment